hubungan beda agama |
Hubungan cinta beda agama bisa terjadi pada siapa saja. Ada yang merasa tidak terganggu oleh hal ini, tapi banyak juga yang tidak setuju dan bahkan menentangnya. Alasannya bermacam-macam, ada yang berkata nikah beda agama itu tidak baik bagi iman, bahkan ada yang percaya bahwa hal ini dosa. Salah satu jalan tengah yang diambil oleh beberapa pasangan adalah
pindah agama.
Misalnya, Maria yang beragama Kristen akhirnya memutuskan untuk pindah ke agama Islam, sebelum menikah dengan Eko. Maria mencoba menjadi Muslimah yang baik, tapi tidak disangkal bahwa ia rindu sekali akan perayaan Natal dan lonceng Gereja. Ia juga rindu kidung-kidung yang didengarnya sewaktu kanak-kanak. Tapi, ia takut kalau mendengarkannya atau kembali ke Gereja, keluarga Eko akan mencelanya tidak sungguh-sungguh sebagai seorang Muslimah. Jadi, ia menyimpan kegalauan ini di hati saja.
Beda lagi dengan kisah Linda yang Katolik dan Budi yang Islam. Si lelaki yang akhirnya menjadi Katolik, setelah terjadi tawar-menawar yang cukup lama. Budi mengaku sedikit berat hati dengan pindah agama, tapi dilakukannya demi cinta.
Tidak semua pasangan memutuskan seperti yang dilakukan kedua pasangan yang telah disebut di atas ini. Beberapa pasangan memilih untuk tetap berpegang pada agamanya masing-masing. Namun, secara hukum di Indonesia, pernikahan seperti ini tidak bisa disahkan oleh Negara. Jadi, pada surat nikah seringkali mereka menyatakan mempunyai agama yang sama, sekedar untuk mendapat formulir resmi dari Negara.
Cinta yang kandas karena beda agama ini juga cukup banyak. Pasangan selebritis Christine Hakim dan Broery Pesolima (Marantika) harus terputus hubungan kasihnya karena mereka berbeda agama. Begitu juga, Dewi Persik sempat dikabarkan putus hubungan dengan kekasihnya karena beda agama. Terkadang campur tangan orang tua juga sangat berpengaruh dalam hal ini.
Berbagai kisah inilah yang mendorong lembaga Bhinneka untuk mengadakan diskusi tentang hubungan cinta ini. Pada 19 Febuari, lembaga Bhinneka Bandung dan Jabotabek berkerja sama dengan Komunitas Jaka Tarub mengadakan diskusi tentang "Hubungan beda agama: Mungkinkah?" Narasumber dari diskusi ini adalah Ahmad Nurcholish, Pendeta Albertus Patty dan Nurrochman.
Hubungan Beda Agama dalam Islam
1. Ahmad Nurcholish:
Ahmad Nurcholish memimpin sebuah lembaga yang bernama Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dan lulusan dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Fakultas Tarbiyah dan Pondok Pesantren Al Faqih, Semarang. Buku-buku yang telah diterbitkan antara lain: Kado Cinta Bagi Pasangan Beda Agama, Pernikahan Beda Agama (Merupakan Riset dengan Komnas HAM) dan Menjawab Masalah Nikah Beda Agama.
Menurut Ahmad Nurcholish, dalam perbedaan tafsir Islam, ada yang menganggap dengan agama Kristen dan Yahudi (Ahlul Kitab) diperbolehkan (al-Maidah 5 ayat 5), sementara pelarangan laki-laki muslim menikah dengan perempuan musyrik ada dirujuk di al-Baqarah 2 ayat 221, al-Mumtahanah 60 ayat 10, sementara al-mumtahanah 60 ayat 10 menjelaskan tentang pelarangan menikah dengan orang-orang kafir.
Namun, apakah sama antara musyirk, kafir dan Ahlul Kitab? Para ulama tafsir berbeda pendapat, ada yang menyamakan, ada yang membedakan. Sebagian besar membedakannya, sebab dalam bahasa Arab tiga kosa kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Musyrik dipahami sebagai mereka yang menyekutukan Tuhan, Kafir dilabelkan kepada mereka yang tidak ber-"Islam", Ahlul Kitab diidentikan dengan penganut Yahudi dan Nasrani.
"Saya termasuk orang yang membedakan atara musyrik, kafir dan Ahlul Kitab, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam memaknai ahl al kitab, yakni meliputi semua pemeluk agama, asal mereka percaya kepada satu Tuhan, hari akhir dan berbuat baik," begitu dikatakan Bpk. A.Nurcholish.
Hal seperti ini sangat kurang disosialisasikan. Hal-hal yang telah dilupakan oleh umat Islam sendiri adalah:
- Tiga putri Nabi pun menikah dengan non muslim, Yasser Arafat menikah dengan isterinya yang Katolik Koptik tanpa membebani istrinya untuk masuk Islam dan sebaliknya.
- Fatwa MUI tentang pelarangan nikah beda agama adalah merupakan persepsi sendiri (opini MUI).
- Ketika ada yang bertanya: "Apakah boleh menikah dengan yang berbeda agama?", Gus Dur menjawab: "Tentu saja boleh. Karena yang melarang adalah mereka yang mengajinya belum khatam, baru sampai ke al-Bhaqarah, belum memahami al-Maidah".
- Kendala yang terjadi pada orang tua adalah seringnya mereka mendengar apa kata agamawan yang tidak menekankan agama sebagai cinta kasih, tapi sebagai dogma. Begitu juga, kendala dari oknum penyelenggara negara dari tingkatan RT, RT, Lurah, Camat sampai kepada Catatan Sipil, yang gemar memamerkan kekuasaannya. Sedang KUA belum ada yang mau menikahkan pasangan beda agama karena berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Inpres no.1 tahun 1991.
2. Nurrochman:
Pembicara kedua adalah pak Nurrochman, seorang dosen di UIN, Fakultas Syariah dan Hukum Pernikahan dari sisi hukum dan agama. Pak Nurrochman berpendapat, bahwa kekhawatiran, kebingungan akan pernikahan sebenarnya bukan urusan Negara. Pernikahan atau hubungan cinta adalah hak pribadi. Pada hakikatnya Negara hanya melindungi, bukan mencampuri.
Dari banyaknya kendala yang ada, para pelaku harus membuktikan apakah NBA tersebut dapat dikelola dengan baik untuk masa depan mereka. Sebenarnya, ada kaidah yang dianggap sebagai: segala sesuatu boleh sepanjang tidak ada nas. Tapi ada juga kaidah lain: segala sesuatu itu dilarang, seperti di al-Baqarah 21 yang mengatakan: Laki-laki menuntut ilmu. Apakah perempuan dilarang?
Dari sinilah ada perbedaan tafsir antara nikah beda agama juga muncul.
Nikah Beda Agama Menurut Pendeta Kristen
Pembicara ketiga adalah Pendeta Albertus Patty Gembala di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Bandung. Beliau menyelesaikan S1 di STT Jakarta, Master di Indiana University, dan Doctor di Pittsburg Theology University. Buku-buku yang telah diterbitkan antara lain: Theology of Dialog, Permainan Untuk Segala Usia dan Terbit Sepucuk Tarub.
Menurut Pendeta Albertus Patty nikah beda agama di dalam Gereja Kristen seringkali tergantung pada gereja itu sendiri. Ada berbagai kebijakan dari pemimpin Gereja (dalam hal ini Gereja Protestan) dan tergantung dari juga sangat tergantung pada sikap orang tua. Bila pemimpin gereja dan orang tua konservatif atau fundamentalis, akan tidak dimungkinkah pernikahan beda agama bisa terjadi. Umumnya mereka menyitir sebuah ayat dari 2 Korintus 6:14 (Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimana terang dapat bersatu dengan gelap?).
Namun, apakah yang dimaksud dengan "orang yang tidak percaya"? Tidak percaya kepada apa? Dan bukankah Yesus mengajarkan untuk mencintai sesama tanpa diskriminasi apapun?
Seringkali catatan sipil juga mempersulit bila ada perbedaan agama antar pasangan, sehingga beberapa pasangan beda agama harus melakukan pernikahan di Singapura, Australia atau Thailand. Di Gereja yang dipimpin Pendeta Albertus Patty dapat dilakukan pemberkatan pernikahan beda agama tanpa membaptis pasangan yang non-Kristen.
Penutup
Inilah salah satu akibat campur tangan pemerintah dan para politikus yang gemar memanipulasi rakyatnya. Agama menjadi alat pemecah belah yang ampuh, sehingga orang yang saling mencintai pun bertikai karena agama.
Negara tidak melindungi, tapi justru mengadu domba rakyatnya. Sayang, banyak rakyat yang juga tidak menyadari. Bila agama adalah untuk kebaikan dan kedamaian manusia, mengapa harus ada pertengkaran karena beda agama?
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network
Tidak ada komentar:
Posting Komentar