src="https://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.8.3/jquery.min.js" type="text/javascript">

Sabtu, 29 Agustus 2015

Mengapa menikah lagi ?

Sebut saja namanya Anti. Dia adalah janda yang suaminya meninggal karena sakit dan memiliki 2 orang anak. Setelah sekian lama menjanda, dia menikah lagi dengan seorang duda cerai yang memiliki 2 orang anak juga. Menurut banyak wanita (di sekitarku), pernikahan Anti itu ibarat mencari masalah baru.
Masalah utama adalah karena dia menikahi duda cerai. Meskipun anak sang duda itu ikut ibunya, tapi kehadiran mantan istri dan anak itu pasti tak bisa dilepaskan dari kehidupan mereka selanjutnya. Selain itu, sang suami tetap harus memberi tunjangan kehidupan bagi mantan istri dan anaknya.
Yang kedua bernama Dini. Dia adalah
janda yang suaminya meninggal dan memiliki 1 orang anak yang sudah mandiri. Dia menikahi seorang duda beranak 2, satu orang masih SMP dan satu orang sudah kuliah. Dulu, saat dia hidup dengan suami pertamanya, (lagi-lagi) menurut banyak wanita (di sekitarku) hidupnya sangat enak. Dia tak pernah direpotkan dengan urusan antar jemput anak, karena semua sudah diurusi suaminya. Dia juga tak pernah diributkan dengan urusan kerumahtanggaan, karena suaminya menyediakan asisten rumah tangga untuknya.
Sementara di pernikahan keduanya, dia harus mengantar jemput anak dari suami barunya. Dia juga harus disibukkan dengan urusan kerumahtanggan karena suaminya tak menyediakan asisten rumah tangga untuknya. Sekali lagi, bagi banyak wanita (di sekitarku) Dini dianggap mencari masalah dengan menikah lagi.
"Mengapa mau menikah lagi ? Kok senengnya repot dan cari masalah."
Begitulah kalimat tanya yang sering aku dengar dan menjadi kasak-kusuk beberapa orang saat ada seorang janda yang menikah lagi dengan duda yang punya anak. Aku sendiri heran, mengapa kalimat seperti itu muncul ? Mengapa bagi sebagian besar kaum wanita (di sekitarku) menikah lagi dengan seorang duda (yang memiliki anak) dianggap sebagai mencari masalah baru ?
Bahkan ada seorang wanita yang kebetulan berprofesi sebagai guru berkata padaku bahwa jika dia terpaksa harus hidup sendiri dengan anak-anaknya, dia tak akan menikah lagi. Dia menegaskan, dia tak mau di usianya yang kian tua dia harus repot dan menghadapi masalah-masalah baru jika harus menikah lagi. Dengan tegas dia mengatakan bahwa baginya, menikah lagi di usia yang tak lagi muda dengan seorang duda adalah menerjunkan diri dalam kesengsaraan.
Aku sendiri heran dengan anggapan yang muncul itu. Bukankah setiap orang butuh pendamping hidup ? Bukankah justru di usia yang kian senja seseorang berharap mempunyai teman untuk mengisi hari-hari yang mungkin kian sepi ? Bukankah jika bersama orang  yang kita cintai, segala sesuatunya (yang mungkin bagi orang lain terasa sulit) jadi terasa mudahdan menyenangkan ?
Apakah salah jika seseorang ingin menikah lagi ? Kurasa tidak... karena setiap orang pasti ingin hidup bahagia. Mungkin bagi sebagian besar orang, menikah lagi dengan duda di usia yang kian senja adalah sesuatu yang menghambat kebahagiaan. Tapi aku yakin, bagi sebagian besar lainnya... justru akan memberikan kebahagiaan. Jadi, mengapa kita mesti repot mempertanyakan mengapa seseorang mau menikah lagi ? Toh, jalan setiap orang menuju bahagia memang berbeda-beda. So.... nikmati saja hidupmu dan berbahagialah dengan caramu sendiri, yang penting tidak merugikan orang lain.
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network






Tidak ada komentar: