Kisahku dengan Anna dan suaminya masih berlanjut. Sekali-sekali aku masih main ke rumah mereka dan melayani permintaan mereka untuk melakukan threesome.
Uniknya, pernah suatu ketika suaminya, Dicky memintaku melakukan hubungan anal dengannya sambil ditemani oleh Anna. Dicky memohon takkan berciuman denganku, hanya ingin menikmati penisku di analnya, agar ia bisa juga merasakan kenikmatan seperti yang kuberikan kepada istrinya. Kami melakukan hal itu dengan posisi Anna berbaring di bawah suaminya sambil menciumi bibir dan dada suaminya, sedangkan suaminya menungging di depanku dan kutancapkan penisku yang sebetulnya lebih kecil dari penis suaminya, ke dalam anal suaminya.
Aku masih menancapkan penisku ke dalam anal suaminya, ketika suaminya meminta Anna memasukkan penisnya ke dalam vagina Anna. Dengan Anna berbaring terlentang di bawah sekali, ditindih oleh suaminya dari atas dan memasuki vaginanya
dengan penisnya, aku di atas tubuh suaminya menancapkan penisku ke dalam analnya, kenikmatan luar biasa kembali kami nikmati bertiga. Beberapa kali suaminya memintaku untuk mau melakukan hal seperti itu lagi, tetapi aku menolak. Aku hanya sekali itu melakukan, takut jika ketagihan dan malah jadi homo betulan.
Suatu sore, Anna meneleponku meminta datang ke rumah mereka, sebab ada Henny, teman kuliahnya dulu di Australia. Aku ke sana dengan pakaian santai, hanya mengenakan kaus ringkas dan celana panjang. Aku dikenalkan dengan Henny, perempuan Sunda. Lebih pendek daripada Anna, tapi orangnya manis. Kulitnya putih, bersih, hidungnya agak mancung, rambutnya panjang sebahu, lebih panjang daripada Anna yang potongan rambutnya pendek. Kami makan malam berempat dengan diterangi cahaya lilin. "Agar romantis," kata Anna. "Ini untuk merayakan ulang tahun perkawinanku dengan Dicky," tambahnya.
Usai makan malam, kami duduk di teras belakang rumah Anna dan Dicky. Ada taman kecil di situ. Cahaya lampu taman yang redup memberikan nuansa romantis. Kami duduk sambil menikmati white wine, kesukaan Henny, "Untuk menghormati sahabat lama," kata Anna sambil menuangkan white wine ke gelas kami masing-masing. Kami minum setelah bersulang. Dicky dan Anna saling memberi selamat sambil berpagutan bibir disaksikan olehku dan Henny. Lama mereka berciuman barulah Henny memberi selamat kepada mereka. Henny menyalam Dicky dan menyalami Anna. Waktu mereka bersalaman dan berciuman, aku sempat terkejut sebab ternyata mereka tidak berciuman pipi, melainkan berciuman bibir. Kupikir Dicky tidak melihat hal itu, tetapi ia justru tersenyum menyaksikan mereka dan menatapku seolah-olah berkata tidak ada masalah dengan itu.
Aku menyalami Dicky dan Anna. Waktu menyalam Anna, ia tidak mau hanya kusalam, ditariknya tubuhku rapat-rapat ke tubuhnya dan mencium bibirku, "Cium dong, koq malu-malu gitu sih, Gus?" Kurasakan wajahku memerah diperlakukan begitu di depan Henny. "Nggak apa-apa koq, Henny bukan orang lain," jelas Anna.
Kembali kami berempat duduk sambil bercakap-cakap. Mula-mula tentang hal-hal yang dialami Anna dan Henny waktu sekolah di Australia. Kemudian merembet ke masalah perkawinan. Henny bercerita bahwa suaminya seorang pengusaha setengah baya, yang sudah menikah dan menjadikan dirinya istri muda. Ia mengaku terjebak oleh ulah si pengusaha, tetapi demi kebutuhan ekonomi keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya, ia terpaksa melakukan itu. Ia justru bersyukur tidak hamil hingga kini. "Aku pernah minta cerai, tapi suamiku tidak mengijinkan," katanya iba. "Tapi aku juga mikir, kalau menjanda, apa ada jejaka yang masih mau padaku?" katanya lagi.
Aku menatap jauh ke depan. Macam-macam saja kehidupan manusia ini, pikirku. Ada yang sudah nikah, tidak bisa hamil oleh suaminya lalu aku yang jadi semacam pejantannya. Ini ada lagi yang jadi istri muda, mau cerai tapi tidak bisa dan hanya bermimpi bisa punya suami baik kelak.
"Gus, jangan ngelamun gitu dong!" kata Anna sambil mencubit tanganku. "Tuh, Henny nanya kamu!"
Aku gelagapan, "Eh, maaf, nanya apa tadi Wiek?"
"Waduh, payah deh ada orang bisa ngelamun di keramaian," goda Henny, kemudian sambungnya, "Tadi aku nanya kamu, koq belum kawin juga?"
"Dia mach sudah sering kawin, nikah yang belum," sambut Anna menambah risih perasaanku.
"Ya deh, aku ngerti koq," kata Henny, "Banyak lelaki suka mikir-mikir cari jodoh, apalagi jika ketemu wanita sepertiku, takut terjerat ntar," katanya seakan menyesali nasib.
"Jangan bicara gitu Wiek. Masih ada laki-laki yang baik. Kalau suatu ketika kamu dapat lepas dari suamimu sekarang dan dipertemukan dengan pria demikian, pasti kamu bahagia," kataku menghibur, walaupun tidak tahu arah kata-kataku.
"Daripada ngobrol tak tentu, kita ke dalam aja yuk!" ajak Anna. Kami masuk dan duduk di karpet sambil main kartu. Mula-mula hanya iseng, tetapi kemudian Anna mempunyai ide aneh, siapa yang kalah wajib membuka bajunya sedikit demi sedikit. Aku kaget dengan ide gilanya, tetapi suaminya dan Henny malah sebaliknya, mereka menyambut gembira usul tersebut. Aku tak bisa berkutik, sebab kartu sudah dibagi.
Pertama-tama Anna kalah. Ia membuka baju bagian atasnya hingga kelihatan BH-nya yang berwarna merah marun. Pada permainan berikut, suaminya Dicky kalah hingga membuka kausnya. Selanjutnya aku yang kalah dan membuka kausku. Henny masih beruntung belum kalah. Kali berikut Dicky kalah lagi dan membuka celana panjangnya. Ia kini bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek. Berikutnya ia kalah lagi dan membuka celana pendeknya hingga hanya bercelana dalam. Setelah itu barulah Henny kalah dan membuka gaunnya sebab ia mengenakan pakaian terusan. Aku melihat sekilas ke arah tubuhnya. Ia masih mengenakan pakaian dalam menutupi kutang dan celana dalamnya yang terlihat membayang di baliknya. Berikutnya Anna kalah lagi dan membuka roknya. Ia kini hanya mengenakan BH dan celana dalam berwarna merah marun. Kali berikut Henny kembali kalah dan terpaksa membuka pakaian dalamnya yang berwarna kuning gading.
Sekarang Dicky yang hanya bercelana dalam ditemani dua perempuan yang sama-sama hanya berkutang dan bercelana dalam, sedangkan aku masih mengenakan celana panjang. Kali berikut Anna kalah lagi dan melepaskan tali BH-nya, terlihatlah payudaranya yang indah, "Wuihh, payudaramu masih cantik seperti dulu, An," puji Henny sambil mengelus lembut payudara Anna. Anna hanya tersenyum mendapat pujian dan perlakuan begitu dari temannya. Kulirik Dicky, ia hanya menatap ke kartu yang dipegangnya sambil senyum-senyum. Aku tidak beruntung, sehingga kalah dan terpaksa membuka celanaku. Kini aku hanya bercelana dalam. Anna menatapku sambil tertawa-tawa, "Hitam nich yee!" godanya sambil menyebut warna celana dalamku. Kali berikut Dicky kalah dan terpaksa membuka celana dalam putihnya. Ia duduk bertelanjang, tetapi tak risih ada Henny. Aku heran juga, sebab kalau kami bertiga, sudah biasa kami main bertiga, tentu tak malu lagi, tetapi kini ada Henny, koq ia tidak malu. Belakangan aku tahu bahwa Henny sudah sering menginap di rumah mereka dan tidur bertiga. Dari cerita Anna beberapa hari kemudian, kuketahui bahwa baik Anna maupun Henny adalah biseks. Memang mereka bulan lesbian murni, tetap menghendaki lelaki dalam hidup mereka, tetapi tak mampu melupakan teman intimnya dulu. Rupanya waktu di Australia mereka tinggal bersama di apartemen. Giliran berikut Henny kalah dan membuka celana dalamnya. Ia duduk dengan hanya mengenakan BH kuning gading, sedangkan celana dalamnya dilemparkan begitu saja entah kemana.
"Lho, koq itu dulu yang dibuka?" tanya Anna.
"Biarin. Ntar kamu balas dendam megangin susuku," katanya sambil membagi kartu. Dicky dan Anna tertawa mendengar jawaban Henny, aku hanya tersenyum sambil sesekali melirik ke arah paha Henny yang putih bersih, agaknya bulu kemaluannya dicukur bersih. Penasaran juga ingin tahu bagaimana bentuknya, apakah seindah vagina Anna, tapi walaupun penisku makin tegang melihat payudara Anna dan paha Henny, aku tak berani berharap macam-macam. "Jangan bermimpi, ini kan hanya sebatas permainan kartu," pikirku. Aku tidak tahu bahwa diam-diam permainan ini sudah dirancang mereka bertiga secara cerdik untuk mengajakku masuk dalam permainan erotis berempat.
Kami kembali main kartu. Di akhir permainan, Henny kembali kalah dan terpaksa membuka kutangnya. "Horeee, kelihatan deh harta karunnya!" sorak Anna seperti anak-anak mendapatkan hadiah dan mencubit puting payudara Henny.
"Nah, betul kataku, kan? Kamu emang usil deh, suka balas dendam," kata Henny menjauhkan tubuhnya dari gangguan temannya. Henny membagi kartu. Kulirik ke arah tubuhnya. Payudaranya lebih besar kurasa daripada Anna, kutaksir ukurannya 34 C, bentuknya masih seperti payudara gadis, dengan putting yang agak kehitaman, beda dengan Anna yang putingnya lebih coklat. Kuamati lagi sekilas sekujur tubuh Henny, seakan memberi penilaian. Henny menatapku sambil tersenyum penuh arti. Entah disengaja atau tidak ia memperbaiki letak duduknya, dan kini duduk bersila hingga sekilas nampak belahan vaginanya mengintip memperlihatkan labianya. Penisku semakin tegang, sedangkan penis Dicky kulihat sudah sejak tadi tegang tanpa dapat dicegah. Di akhir permainan, Anna kalah dan harus membuka celana dalamnya. Kini mereka bertiga benar-benar telanjang bulat, tinggal aku yang masih mengenakan celana dalam.
"Wah, jagoan kita ini hebat benar, masih menguasai permainan dan jadi pemenang," kata Henny memuji sambil melirik ke arah celana dalamku.
Pada permainan ini, kembali Henny kalah, hingga Anna berteriak, "Wah, kamu tidak punya apa-apa lagi yang bisa dibuka. Kita apain Henny, hai kaum Adam?"
Dicky memberi usul, "Kalau gitu, ia harus mencium orang yang ia inginkan sebagai hukuman."
"Baiklah, para juri sekalian, aku siap menjalani hukuman paduka," Henny bangkit dari duduknya dan berdiri. Tiba-tiba kedua tangannya memegang pipiku dan memagut bibirku tanpa kuduga. Aku megap-megap diserang tiba-tiba. Apalagi ciumannya begitu lama dan lidahnya masuk ke dalam rongga mulutku menggelitik langit-langit mulutku. Darahku semakin terpompa ke ubun-ubun mendapat ciuman demikian. Kubalas ciumannya dan lidah kami berpilinan.
"Udah, udah, jangan lama-lama, ntar ada yang cemburu tuh!" kata Anna sambil menarik tubuh Henny duduk kembali ke tempatnya.
Henny membagi kartu lagi. Kali ini Anna yang kalah. Seperti yang terjadi pada Henny, ia diminta mencium orang yang ia sukai. Tadinya kupikir ia akan mencium Dicky atau aku, ternyata dugaanku meleset. Ia bangkit dan mencium bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny. Henny membalas ciuman Anna sambil tangannya bermain di sela-sela paha Anna. Desahan mereka berdua terdengar di sela-sela ciuman terlarang yang mereka lakukan. Dicky dan aku hanya dapat menonton perbuatan mereka. Beberapa saat kemudian mereka kembali duduk dan Anna membagi kartu.
Giliran berikutnya suaminya Dicky kalah. Dicky memilih Anna untuk dicium dan meremas payudara Anna, tapi herannya tangannya bermain di kedua payudara Henny. Henny hanya tersenyum menatapku yang keheranan, bahkan tangan kirinya meraba-raba punggung dan pantat Dicky sedangkan tangan kanannya mengikuti tangan Dicky meremas payudara Anna. Setelah itu, mereka bertiga kembali duduk dan Dicky membagi kartu. Kali ini aku yang apes, hingga harus mengikuti mereka bertiga, bertelanjang bulat! Wajahku agak memerah waktu kulepaskan celana dalam hitamku.
"Wow, indah nian. Benda apakah gerangan itu?" Anna berkomentar, diikuti oleh Henny, "Ah, betapa beruntungnya wanita yang berkesempatan berkenalan dengan benda itu?" Aku hanya tersipu-sipu digoda kedua perempuan itu dan membagi kartu dengan tangan agak gemetar. Rupaya Henny memperhatikan tanganku, ia pegangi tanganku sambil mengelus lembut punggung tanganku."Tenang aja Gus! Kamu ada di tengah para sahabat koq."
Kali berikut Anna kalah lagi. Kini ia memilih aku untuk dicium. Namun entah meniru suaminya, sambil menciumi aku, tangannya bermain di payudara Henny, meremas dan memainkan putingnya. Henny mendesah mendapat serangan Anna. Dicky mengelus-elus punggung Anna sambil ikutan meremas payudara Henny. Aku melepaskan diri dari ciuman Anna. Anna kembali duduk diikuti oleh Dicky dan Henny.
Permainan berikut Dicky kalah lagi dan kini ia memilih Henny untuk dicium, tetapi sebelah tangannya menarik tangan istrinya ikut mengambil peran mengeroyok Henny. Henny membalas ciuman Dicky diikuti oleh ciuman Anna. Ketiganya terlibat dalam ciuman panas bertiga. Kulihat bagaimana lidah mereka saling bertemu dan melumat.
Kali berikut Henny kalah, tapi sebelum ia memilih orang yang disukainya untuk dicium, Anna berkata, "Sekarang yang kalah harus mau diperlakukan apa saja, ok tuan-tuan?"
"Ya, ya, betul," kata suaminya, sambil bertanya padaku, "Gimana Gus, setuju?"
"Aku ngikut aja dech," kataku sambil berharap akan sesuatu yang lebih erotis.
Henny kelihatan merengut, tapi tidak membantah. "Ok silakan, aku mau diapain nich?" katanya pasrah.
Anna menarik kedua tangan Henny dan membaringkan tubuh Henny di karpet. Lalu ia mencium bibir Henny sambil meminta suaminya mengerjai bagian bawah tubuh Henny dengan isyarat tangan. Suaminya memegangi kedua belah paha Henny dan membukanya lebar-lebar, lalu mencium vagina Henny yang bersih tanpa rambut. Henny mengerang diperlakukan begitu oleh suami istri tersebut. Aku hanya memandangi mereka. Tak lama kemudian kudengar Anna berkata, "Gus, kamu tidak ingin ikut menjatuhkan hukuman pada penjahat ini?" Aku diam saja sambil menggelengkan kepala. Anna kembali menciumi bibir Henny sambil meremas-remas payudara Henny; sedangkan Dicky sambil menciumi vagina Henny, tangannya mencari payudara Henny yang sebelah lagi. Habislah Henny diserang oleh kedua orang itu. Lebih lama daripada yang tadi-tadi, ketiganya seakan tidak peduli atas kehadiranku, mereka terpaku pada apa yang ada di hadapannya. Apalagi kulihat Anna sudah berganti posisi dengan suaminya, dan gilirannya mengerjai vagina Henny, sedangkan suaminya kini menciumi payudara Henny, putingnya dilumat hingga Henny semakin kuat merintih. Kedua tangan Anna kulihat memegang labia Henny dan membukanya lebar-lebar, lalu dengan suatu gerakan lembut ia menjulurkan lidahnya menusuk liang vagina Henny. Henny merintih, "Oooouhhhh Annnnn, terusin ….. yang dalam sayang!!!! Yahh gitu sayangggg ……" Remasan tangan Dicky pada payudara Henny berganti-ganti dengan gigitan lembut, membuat Henny semakin mengawang-awang menggapai kenikmatan. Anna mendukung aksi suaminya dengan menjilati dan mengisap klitoris Henny. Pantat Henny sesekali terangkat dan pinggulnya menggeliat-geliat diserang Anna. Aku hanya melihat mereka sambil sesekali menelan ludah. Anna menatapku dan menarik tanganku mendekati mereka. Ia mencium bibirku. Kurasa aroma khas vagina Henny pada ciuman Anna. Kami berpagutan dengan erat. Dicky masih terus mencium dan meremas payudara Henny. Anna mengajakku bersama-sama mencium vagina Henny. Kuikuti ajakannya.
Tiba-tiba Henny berkata, "Udah dulu dong! Masak aku diserang tiga orang sekaligus?" Kami tertawa-tawa.
Anna kemudian berkata, "Kita ke kamar aja yuk biar lebih enak pada permainan sesungguhnya?"
Dicky tidak menjawab, tapi mengikuti ucapannya. Henny masih terbaring dengan napas tersengal-sengal menahan nafsu yang mendekati puncak.
Aku berdiri bergandengan dengan Anna mengikuti Dicky, tapi kutahan langkahku melihat Henny masih terbaring di karpet. "Kenapa Gus? Yah udah, kalau kamu kasihan pada Henny, gendong aja dia, udah lemes tuh!" katanya melepaskan tanganku. Aku berlutut di samping Henny, kuletakkan tangan kiriku di bawah lehernya dan tangan kananku di bawah lututnya. Lalu tanpa meminta ijinnya, kugendong dia. Kedua tangan Henny memeluk leherku seakan-akan takut jatuh. Sambil menggendongnya kulangkahkan kaki ke kamar tidur Dicky dan Anna. Henny sesekali mengangkat lehernya dan mencuri cium bibirku. Aku membalas sambil membawa tubuhnya yang indah dan ketika tiba di kamar, tubuhnya kubaringkan di ranjang. Anna sudah membaringkan tubuhnya lebih dulu di situ. Begitu tubuh Henny terlentang di ranjang, Anna langsung memagut bibir Henny sambil jari-jarinya mengelus-elus sekujur tubuh Henny. Dicky melihat mereka berdua sambil memberi isyarat padaku untuk menonton adegan yang dipertontonkan kedua perempuan itu. Henny membalas ciuman Anna dan balas menciumi bibir Anna dan dengan ganas turun ke leher dan dada Anna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar